Kembara Sufi

"pengemis CINTA ILLAHI, perindu SYAHID ABADI"

Pages

Thursday 25 August 2011

Air Mata Seorang Nabi ~Kekasih Yang Dirindui

Aku duduk sendirian merindu
Pemergian seorang kekasih
Walau lama penantianku ini
Aku yakin pasti bertemu

Aku tahu padanya tiada mungkir
Kerna itu bukanlah sifatnya
Di akhirat kan bersua lagi
Dengan mereka yang merinduinya

Kerna dia telah pun berjanji
Akan memberi syafaatnya nanti
Saat itu pasti kan terjadi
Pada umatnya yang bertakwa


Sekali lagi lagu dendangan Nazrey Johani, bekas anggota kumpulan Raihan menerjah ke jiwa ana. Lagu dimana mendendangkan tentang seorang kekasih ALLAH S.W.T dan juga kekasih umat yang mencintainya. Teringat kembali kisah dimana yang pernah berlaku disekitar 1400tahun dahulu. Ana juga tertarik untuk mengetengahkan puisi karya Sasterawan Negara A.Samad Said. Puisi yang sederhana tetapi menyentuh hati mereka yang mengetahui sirah...............


“Pada Suatu subuh yang sepi Nabi terasa sakit kepalanya, tapi dirinya cekal, ke masjid Baginda tuju, di hadapan berdirinya, dan dalam khutbah terlau sederhana, percikan kata-kata mutiara, irama hati yang sukar dilupakan, Baginda merestui dan memuji pejuang-pejuang di Uhud. Tapi sakit terasa bertambah, disembunyikan letihnya, dan pulanglah Nabi ke kediaman Maimunah, di situ, sedang rehatnya damai, demamnya memuncak, tapi sedikit reda, Nabi meminta dihantar ke rumah Aisyah. Damai di bilik, selesa di katil. Baginda sesekali berkata betapa sakitnya”
~Al-Amin : A.Samad Said




Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam.
"Bolehkah saya masuk?" tanyanya.
Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk,
"Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan badan
dan menutup pintu.
Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata
dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?"
"Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,"
tutur Fatimah lembut.
Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan.
Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.
"Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang
memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut," kata Rasulullah,
Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri,
tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya.
Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit
dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.
"Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?" Tanya Rasululllah
dengan suara yang amat lemah.
"Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu.
Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril. Tapi itu
ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.
"Engkau tidak senang mendengar khabar ini?" Tanya Jibril lagi.
"Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?"
"Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman
kepadaku:
'Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di
dalamnya," kata Jibril.
Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh
Rasulullah ditarik.
 Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh,urat-urat lehernya
menegang.
"Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini." Perlahan Rasulullah mengaduh.
Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril
memalingkan muka.
"Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?"
Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.
"Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril.
Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik, kerana sakit yang tidak
tertahankan lagi.
"Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini
kepadaku, jangan pada umatku.
"Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi.
Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan
telinganya.
"Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku - peliharalah shalat dan
peliharalah orang-orang lemah di antaramu."
Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan.
Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan
telinganya ke bibir
Rasulullah yang mulai kebiruan.
"Ummatii, ummatii, ummatiii?" - "Umatku, umatku, umatku"
Maka, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu…………



“Hari panas ketika itu, mentari punyai kisahnya tersendiri, dan langit masih penuh rahsia. Hari panas ketika itu, alam mempunyai ceritanya sendiri, dan gurun masih penuh rahsia. Nabi meminta bejana air, diseluk ke air dan d usap jawahnya, berkata tenang datangnya ajal dan rela. Di pangkuan isteri kepalanga, berkata ia sukar diterka, dan tengahhari tahun 11 Hijrah Nabi ynag Mulia menghembus nafas akhirnya. Hari panas ketika itu, mentari punyai kisahnya sendiri, dan langit masih penuh rahsia. Hari panas ketika itu, aduh Nabi sudah tiada”
                                                                                    ~Al-amin : A.Samad Said

Telah beribu tahun sudah berlalu
Keagungannya pernah berlaku
Sejarahnya akan berulang lagi
Sebelum tibanya kehancuran

Namun yang percaya hanyalah mereka
Yang rindukan kekasih
Namun yang merindu hanyalah mereka
Yang selalu berselawat

Ya Nabi Ya Rasul Salamun ‘Alaik
Ya Habib Salamun ‘Alaik